RUMAH ADAT YANG DI BUAT TANPA PAKU
BATUSANGKAR-Halamannya luas, rumput-rumput tertata rapi, batu-batu berumur ratusan tahun berjejal menjadi pagarnya. Dua rangkiang masih terlihat kokoh. Sebuah bedug (tabuah) yang ditopang penyanggah kayu menggantung kokoh di sebuah bangunan lepas pada arah kanan. Rumah gadang bagonjong beratap ijuk terlihat tenang dan damai menantang zaman, bangunannya begitu kuat menahan hempasan musim.
Kemegahannya terlihat pada lukisan dan reliefnya yang “hidup” dan tidak menunjakkan wajah tuanya. Berada di lokasi ini, dan saat memasuk ke dalamnya seakan ruang dan waktu menyihir untuk kembali ke masa lalu,
tatakala Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang penguasa kelarasan Bodi Chaniago masih memimpin negeri ini.
Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang mendirikan rumah gadang pada tahun 1906 di kawasan Kubu Rajo Nagari Limo Kaum sebagai tanda bahwa pucuak bulek Bodi Chaniago menjadi sebuah kelarasan di Minangkabau. Lebih jauh memasuki rumah gadang ini dihiasi dengan ukiran, warna kekuning-kuningan mendominasi sebagai warna tanda kelarasan Bodi Caniago, terpajang foto Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang bersama pasukannya.
Ada lima bilik untuk penghuninya terutama untuk perempuan, bilik arah kiri untuk yang berusia tua dan di pangkal rumah arah kanan bagi yang muda. Kayu-kayu lama yang kuat masih tahan menopang 30 tonggaknya,
anjuang paranginan di atas dan bawahnya bertingkat tiga kesemuanya terpahat kuat tanpa paku-paku. Ada Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam yang dilambangkan tiap tonggak, bilik dan inteterior ruangnya. Kekentalan sendi syarak dan adat juga terlihat pada tiap jendela dan pintu masuk bertuliskan huruf-huruf Arab. Atas kebesaran dan keunikan sejarahnya yang menumental dengan kemegahan dan kekokohannya rumah gadang ini menjadi aset wisata budaya di Tanah Datar. Kerap ke sini berdatangan pengunjung dari domestik dan mancanegara. Bahkan sejumlah sinetron yang berlatar budaya Minangkabau, seperti Sengsara Membawa Nikmat, Sabai Nan Alui dan lainnya terlahir di rumah gadang ini. Namun, di tengah usia tuanya rumah gadang ini tak kuat menahan deraan musim dan kehidupan, ini terlihat dari sebagian kayu pada dinding,
lantai dan tonggak kecil lainnya telah mulai rapuh akibat dimakan rayap, begitu juga dengan atap dari anjuangnya yang telah rusak. Sutan Machmud, yang menjadi sumando di rumah gadang itu menyebutkan , pada zamannya sebagai Pucuak Bulek Kelarasan Bodi Chaniago, Dt.Bandaro Kuniang menjadikan rumah gadang sebagai sarana musyawarah bagi pengikutnya, setelah musyawarah awal dilaksanakan di Balairung Sari Nagari Tabek, dan keputusan dilaksanakan di rumah gadangnya. Dikatakannya, kelarasannya yang tersebar pada seluruh wilayah Minangkabau, seperti Sangir, Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Sungai Lasi XI Koto, Bayang Nan Tujuah, Sei Geringing, Sungai Limau 12 Koto, dan sebagian besar Agam. Kesemua pemangka adat dari kawasan ini berdatangan ke Kubu Rajo untuk bermusyawarah yang dipimpin oleh Dt. Bandaro Kuning.
“Artinya rumah gadang ini sebagai lambang dari kelarasan Bodi Caniago sampai saat ini tetap terawat dan terjaga,” ucapnya sembari menyebut, sepanjang ratusan tahun usianya hanya atap ijuknya pernah diganti pada seekitar tahun 80-an Sedangkan, penghuni rumah gadang ini Animar yang menjadi generasi ke-IX dari keturunan Dt. Bandaro Kuniang mengatakan, rumah gadang ini sebagian memang telah mengalami kerusakan. Sebagai penghuni ia berniat memperbaiki, namun ia mengaku punya keterbatasan
biaya untuk itu. Hal yang sama pun terjadi pada barang-barang peninggalan rumah gadang, dan kitab-kitab tua lainnya telah raib entah kemana.
BATUSANGKAR-Halamannya luas, rumput-rumput tertata rapi, batu-batu berumur ratusan tahun berjejal menjadi pagarnya. Dua rangkiang masih terlihat kokoh. Sebuah bedug (tabuah) yang ditopang penyanggah kayu menggantung kokoh di sebuah bangunan lepas pada arah kanan. Rumah gadang bagonjong beratap ijuk terlihat tenang dan damai menantang zaman, bangunannya begitu kuat menahan hempasan musim.
Kemegahannya terlihat pada lukisan dan reliefnya yang “hidup” dan tidak menunjakkan wajah tuanya. Berada di lokasi ini, dan saat memasuk ke dalamnya seakan ruang dan waktu menyihir untuk kembali ke masa lalu,
tatakala Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang penguasa kelarasan Bodi Chaniago masih memimpin negeri ini.
Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang mendirikan rumah gadang pada tahun 1906 di kawasan Kubu Rajo Nagari Limo Kaum sebagai tanda bahwa pucuak bulek Bodi Chaniago menjadi sebuah kelarasan di Minangkabau. Lebih jauh memasuki rumah gadang ini dihiasi dengan ukiran, warna kekuning-kuningan mendominasi sebagai warna tanda kelarasan Bodi Caniago, terpajang foto Makudun Syah Dt. Bandaro Kuniang bersama pasukannya.
Ada lima bilik untuk penghuninya terutama untuk perempuan, bilik arah kiri untuk yang berusia tua dan di pangkal rumah arah kanan bagi yang muda. Kayu-kayu lama yang kuat masih tahan menopang 30 tonggaknya,
anjuang paranginan di atas dan bawahnya bertingkat tiga kesemuanya terpahat kuat tanpa paku-paku. Ada Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam yang dilambangkan tiap tonggak, bilik dan inteterior ruangnya. Kekentalan sendi syarak dan adat juga terlihat pada tiap jendela dan pintu masuk bertuliskan huruf-huruf Arab. Atas kebesaran dan keunikan sejarahnya yang menumental dengan kemegahan dan kekokohannya rumah gadang ini menjadi aset wisata budaya di Tanah Datar. Kerap ke sini berdatangan pengunjung dari domestik dan mancanegara. Bahkan sejumlah sinetron yang berlatar budaya Minangkabau, seperti Sengsara Membawa Nikmat, Sabai Nan Alui dan lainnya terlahir di rumah gadang ini. Namun, di tengah usia tuanya rumah gadang ini tak kuat menahan deraan musim dan kehidupan, ini terlihat dari sebagian kayu pada dinding,
lantai dan tonggak kecil lainnya telah mulai rapuh akibat dimakan rayap, begitu juga dengan atap dari anjuangnya yang telah rusak. Sutan Machmud, yang menjadi sumando di rumah gadang itu menyebutkan , pada zamannya sebagai Pucuak Bulek Kelarasan Bodi Chaniago, Dt.Bandaro Kuniang menjadikan rumah gadang sebagai sarana musyawarah bagi pengikutnya, setelah musyawarah awal dilaksanakan di Balairung Sari Nagari Tabek, dan keputusan dilaksanakan di rumah gadangnya. Dikatakannya, kelarasannya yang tersebar pada seluruh wilayah Minangkabau, seperti Sangir, Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Sungai Lasi XI Koto, Bayang Nan Tujuah, Sei Geringing, Sungai Limau 12 Koto, dan sebagian besar Agam. Kesemua pemangka adat dari kawasan ini berdatangan ke Kubu Rajo untuk bermusyawarah yang dipimpin oleh Dt. Bandaro Kuning.
“Artinya rumah gadang ini sebagai lambang dari kelarasan Bodi Caniago sampai saat ini tetap terawat dan terjaga,” ucapnya sembari menyebut, sepanjang ratusan tahun usianya hanya atap ijuknya pernah diganti pada seekitar tahun 80-an Sedangkan, penghuni rumah gadang ini Animar yang menjadi generasi ke-IX dari keturunan Dt. Bandaro Kuniang mengatakan, rumah gadang ini sebagian memang telah mengalami kerusakan. Sebagai penghuni ia berniat memperbaiki, namun ia mengaku punya keterbatasan
biaya untuk itu. Hal yang sama pun terjadi pada barang-barang peninggalan rumah gadang, dan kitab-kitab tua lainnya telah raib entah kemana.
Posting Komentar